Currently not in the mood to write but I might write
something before the end of this year. Something that is too sweet about Anggi Hapsari. Here it is…
Saya
adalah orang yang percaya dengan konsep jatuh cinta pada pandangan pertama. Padanya
, pada pandangan pertama, saya jatuh cinta. Masih ingat jelas apa yang dia
pakai saat pertama kali melihatnya dan jatuh cinta. Dia memakai T-Shirt hitam
yang bersaing sempurna dengan rambut panjangnya dan bando putih melengkapi
kesederhanaan yang istimewa di mata saya. Manis sekali. Masa bodo siapa dia,
yang jelas malam itu laki-laki ini bertekad mengenalnya.
Mendoakan
surga termewah untuk Mark Zuckerberg, nama dibalik terciptanya Facebook yang
termahsyur itu. Masterpiece Mark membuat saya dengan mudah menemukannya. Anggi
Hapsari, mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Kebetulan yang menyenangkan, Anggi akan jadi junior saya
di Fakultas. Fakta yang jelas akan mempermudah prosedur standar chit-chat
ringan berkenalan.
Kecocokan
ber-chitchat via Facebook dan setelah ratusan kali bertukar sms memberanikan saya
untuk mengajak Anggi jalan. Menonton GI.
JOE di XXI Botani Square adalah kencan pertama kami. Sekali lagi saya masih
ingat jelas apa yang Anggi kenakan hari itu. Anggi memakai sweater pink dengan
hoodie yang sengaja saya ejek alay untuk menyembunyikan kegugupan saat berada
di dekatnya. Saya jelas gugup sekali waktu itu, Anggi terlihat jauh lebih manis
dari dekat. Kencan yang lumayan, setidaknya saat itu saya tau Anggi nyaman di
dekat saya dan kami memiliki hobi menyenangkan yang sama, menonton film.
Rutinitas
di facebook dan sms-an berubah menjadi rutinitas makan malam dan mengantar
Anggi pulang. Perlahan kami mengkalibrasi keasingan hingga akhirnya menemukan
titik nyaman ideal untuk berdua. Rutinitas dan kenyamanan bersama Anggi
menumbuhkan rasa yang menyenangkan, hingga puncaknya saya berani menggenggam
tangan dan menciumnya.
Tanpa ada ritual kuno “Kamu mau nggak jadi pacar aku?”, kami
jadian. 1 September 2009.
Di
suatu senja yang masih muda Anggi pernah bilang “Di depan kamu, aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku nyaman soalnya”. Puitis. Ya, setelah 3 tahun
bareng Anggi saya harus mengakui bahwa Anggi adalah gadis paling manis dan romantis yang pernah ada dalam sejarah hidup saya.
Anggi
pernah keliling Jakarta-Bogor membuat kumpulan video ucapan ulang tahun dari Papa,
Mama dan sahabat-sahabat saya saat masih di SD, SMP, SMA sampai kuliah pada ulang tahun saya
yang ke-21.
Anggi
pernah bergeriliya membujuk teman, senior dan junior dari 5 angkatan berbeda
untuk menuliskan testimonial tentang saya pada ulang tahun yang ke-22.
Anggi,
yang saat itu sulit secara finansial, tidak absen membuat kejutan untuk saya.
Dia membeli dua kue Bronco sederhana
dan menaruh dua lilin di atasnya pada ulang tahun saya yg ke-23. Kue termanis
yang pernah saya makan.
Nggak hanya iu, Anggi
juga romantis dalam hal-hal yang sederhana. Rutinitas yang tidak pernah
tertelan lupa.
Rutinitas
memindahkan bawang goreng dari mangkok makanan saya ke mangkoknya (Anggi tau
betul saya acapkali mengutuk abang penjual makanan yang memasukan bawang goreng
ke mangkok saya).
Rutinitas
memberikan tas, jaket, atau apapun yang dia bawa untuk menutupi kepala saya
saat gerimis (Anggi paham sekali sensivitas saya terhadap gerimis)
Dan
yang paling manis, rutinitasnya memanggil “Aiai” dengan nada yang luar biasa genit
sambil lalu tersenyum, manis sekali.
Setelah
3 tahun selalu berdua akhirnya kami sama-sama lulus. Saya memutuskan bekerja di
Borneo dan Anggi mencoba peruntungannya mencari kerja di Semarang sambil menjaga
Mbah Lik, nenek kesayangannya. LDR
berlangsung dengan biasa-biasa saja, sampai saat itu. Dengan kontrak kerja saya,
saat itu harusnya saya terus berada di Borneo setahun penuh tanpa kemungkinan
bertemu Anggi, tapi Sutradara semesta toh berkata lain. Satu hari sebelum hari ulang
tahun saya yang ke-24,. HRD perusahaan mengutus saya ke Pusdiklat Bogor untuk
mengikuti pelatihan. Di hari yang sama Anggi juga harus menjalani panggilan
interview Bank BRI di Jakarta. Kebetulan yang menyenangkan, lagi-lagi. Tuhan memang paling ahli dalam membuat drama :)
Untuk
merayakan ulang tahun saya, kami memutuskan menunaikan kencan standar seperti saat
kuliah dulu. Menonton film dan makan malam. Kami menonton film Fast and Furious 6 di XXI Botani Square, yang ternyata adalah kencan terakhir kami.
Hari
itu saya melewatkan ulang tahun dengan Anggi yang sama, senyum manis yang sama.
Masih teringat jelas wajahnya ketika minta dibelikan Pizza malam itu. Seperti
biasa, gimik wajah manjanya ketika meminta sesuatu selalu sulit untuk saya
tolak. Ditengah tawa yang lepas menikmati Pizza, sekelebat saya melihat Anggi
yang lain. Anggi dengan garis wajah yang kuat, tidak manja seperti biasanya,
yang akhirnya saya sadari sekarang. Saat itu Anggi seperti telah memutuskan
sesuatu. Sesuatu yang dari awal kami pahami resikonya. Bom waktu yang sukses
dinonaktifkan selama 3,5 tahun dan nampaknya meledak kali ini. Pikiran saya kembali
ke perbincangan masa lalu, saat Anggi bertanya, “Aiai, kita kan beda. Nanti pasti pisah ya?”. Saya menjawab
sekenanya “Ehm, nggak tau Aiai. Suatu
saat kalo kita udah nggak bisa bahagia berdua, kita harus bisa bahagia sendiri-sendiri.
Pokoknya tujuan awal kita bahagia”. Saat itu Anggi tersenyum manis sekali
sambil lalu menatap kosong entah kemana.
Setelah
kencan malam itu, kami masih sempat jalan-jalan menikmati kampus yang dahulu
jadi saksi betapa bahagianya kami. Bertemu satu dua teman lama yang
membangkitkan memori. Sampai akhirnya
pelatihanpun selesai, saya terbang ke Borneo, kembali berpisah daratan dengan
Anggi. Saya lupa sejak kapan, tanpa ada ritual kuno “Kita putus aja ya”, akhirnya kami lose contact total. Mungkin garis wajah kuatnya saat itu adalah
keputusannya untuk bahagia sendirian.
***
Suara
Thom Yorke mengalun lembut membelai malam, dia sendu menyanyikan Fake plastic trees yang sedikit
menyindir saya. Hari-hari tanpa Anggi yang mendengarkan, wajah manjanya ketika
minta sesuatu, Anggi yang bawel tentang
cara saya berpakaian atau gondrongnya rambut saya. Kenyataan bahwa Anggi sudah
tidak lagi bersama saya membuat saya kosong. Ya, saya masih penuh tawa seperti
bisasanya, masih sanggup membuat ratusan lelucon konyol yang membuat orang lain
tertawa dan akan selalu seperti itu, tapi, seperti judul lagu Radiohead tadi,
keceriaan saya saat ini adalah Fake
plastic trees. Pohon plastik yang palsu. Jauh sekali di dalam hati, saya
menjerit sakit. Saya patah hati.
But now, the world is going around and I’ll be keep
standing. I hope with the end of this year, I’ll be able forgotten of you.
Happy New year Anggi
Hapsari.
Post
scriptum:
Sejak
tulisan ini jadi, saya selalu membacanya berulang, saya perbaiki setiap katanya
hingga sempurna (menurut saya). Sudah perbaikan yang ke-8 kalau saya tidak
salah. Beruntung tidak saya tulis dengan pena di selembar kertas putih, karna
mungkin tulisannya akan terhapus dan kertasnya akan rusak. Ehm, keyboard tahan
air kan ya?
 |
Karikatur buatan Anggi :) | |