Dulu waktu SD, saya
pernah dimaki habis-habisan oleh seorang Kakek gara-gara bola yang saya tendang
melewati pagar lalu merusak tembok rumah Si Kakek. Ya namanya bocah SD, ketika
dimarahi cuma bisa ngedumel dan mengutuk dalam hati, “Dasar Kakek gila!”. Sejak
kejadian itu saya mengibarkan bendera perang dengan Si Kakek. Tidak pernah
sekalipun saya sudi menyapa Si Kakek saat berpapasan, melihatpun malas.
SMP kelas 3, kalau
tidak salah, entah berawal darimana tiba-tiba Mama bercerita soal Si Kakek. Si
Kakek adalah seorang duda yang tidak mempunyai anak. Istrinya meninggal dunia
akibat sakit saat usia pernikahan mereka
masih terbilang baru. Si Kakek tidak menikah lagi dan tinggal sendirian di
rumah itu dibantu seorang pembantu yang mengurus rumah dan kebutuhan Si Kakek,
namun tidak tinggal di rumah tersebut. Mendengar hal tersebut, saya jelas tidak
lagi heran betapa murkanya Si Kakek saat saya merusak rumahnya. Menurut kita mungkin
bangunan itu adalah rumah biasa, tapi bagi Si Kakek bangunan itu adalah kenangannya
bersama sang istri, yang tidak boleh dikotori apapun, siapapun.
Cerita Si Kakek ini agak
mirip dengan cerita film kartun favorit saya. Film kartun termanis yang pernah
diciptakan dalam sejarah peradaban umat manusia, UP.
***
Diceritakan bahwa Carl
Federicksen adalah seorang bocah pemalu yang jauh di lubuk hatinya menyukai
petualangan. Secara kebetulan Carl dipertemukan dengan cewe tomboy bernama
Ellie. Karena keduanya sangat menyukai petualangan dan mengidolakan Charles
Munts, seorang penjelajah, jadilah mereka teman dekat. Mereka membuat
perjanjian bahwa suatu saat mereka akan berpetualang ke Paradise Falls, menyusul idola mereka. Singkat cerita, dua karakter
yang sangat berbeda ini tumbuh dewasa dan menikah.
Diiringi musik ceria,
kehidupan mereka yang diperlihatkan tanpa dialog terlihat sangat bahagia.
Terlihat di setiap scene kebahagian mereka menjalani hidup berdua sebagai suami
istri. Lalu seperti pasangan suami istri pada umumnya, mereka menginginkan
kehadiran seoarang anak untuk menyempurnakan keluarga kecil mereka. Namun, saat
telah mempersiapkan segalanya kenyataan berkata lain. Dokter menyatakan bahwa
Ellie tidak bisa hamil. Ellie menangis, Carl tertunduk diam. Seketika musik
menjadi lebih lambat dan sedih.
Melihat istri
kesayangannya terus-terusan hanyut dalam kesedihan, Carl mengingatkan Ellie
akan obsesi lama mereka, berpetualang mencari Paradise Falls di Amerika Selatan. Ellie pun tersenyum kembali, seketika
musik kembali ceria seperti di awal cerita. Mereka sepakat menabung uang mereka
untuk terbang menuju Paradise Falls. Namun,
ada saja halangan yang memaksa mereka memakai tabungan itu untuk keperluan yang
lebih mendesak, sampai akhirnya mereka berdua menjadi kakek-nenek. Carl yang
menyadari bahwa obsesi mereka belum tercapai, membelikan Ellie tiket ke Amerika
Selatan sebagai kejutan. Namun, sebelum kejutan itu tersampaikan, Ellie jatuh
sakit dan meninggal dunia. Hal ini menyebabkan Carl kehilangan semangat hidup,
menjadi pendiam dan tertutup.
Carl yang kesepian dan
sendirian di usia senjanya, bertahan tidak meninggalkan rumah kenangannya
bersama Ellie, kendati perusahaan kontraktor mendesak untuk menggusur rumahnya.
Segalanya Carl lakukan untuk mempertahankan rumahnya.
Singkat cerita, saat
keadaan tidak lagi memungkinkan bagi Carl untuk mempertahankan rumahnya, ia
memutuskan pergi berpetualang memenuhi obesesinya, obsesi Ellie. Dasar Carl
adalah kakek keras kepala yang sangat menyayangi Ellie, ia membawa rumah
tersebut dalam petualangannya. Untuk alasan yang sederhana, Carl ingin berpetualang
bersama Ellie dan hanya rumah itulah yang membuatnya dekat dengan Ellie. Carl
memenuhi rumahnya dengan balon gas, merakitnya sedemikian rupa hingga rumah
beserta isinya terbang bagai pesawat udara. Dan petualangan menuju Paradise
Falls-pun dimulai.
Untuk cerita
selanjutnya silahkan ditonton sendiri ya.
***
Cerita kehidupan Carl
dan Ellie adalah cerita paling humanis dan manis dalam film ini. Scene tanpa
dialog tersebut mampu membuat saya tersenyum-senyum sendiri sambil kemudian
merenung. Kakek Carl dan Si Kakek Galak dekat rumah saya mempunyai kesamaan
yang identik. Keduanya adalah tipikal laki-laki yang menyimpan dan menjaga
kenangannya dengan rapih. Karena lebih dari apapun, kenangan bersama istri
tercinta adalah harta termewah di usia senja mereka, yang akan mereka jaga walau
harus bertaruh nyawa. Ah, puitis.
Post scriptum :
Sejak cerita mama
sampai saat ini, setiap saya berpapasan dengan Si Kakek saya selalu menyapa
sambil tersenyum. Dan ternyata Si Kakek tidak ketus seperti kelihatannya, dia
membalas sapaan saya dan ikut tersenyum, yah walaupun senyumanya tidak
manis-manis amat. Long live Kek!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar