9.2.14

Chemistry Messy




Kedewasaan tidak melulu ditentukan oleh usia seseorang. Dari sekian banyak bentuk kedewasaan yang ada di kepala saya, salah satunya adalah kemampuan personal seseorang dalam ikhlas menerima segala cobaan dan menjalaninya dengan bahagia.  Baru-baru ini saya diajari hal tersebut oleh seorang gadis SMA di Kutai Kertanegara, Messy Alsera.

Saya pertama bertemu Messy di gereja Kemah Injil Kelekat. Kesan pertama Messy adalah figure gadis dayak yg acuh hmm, disamping manis, chubby dan bergingsul J. Tepat di satu momen saya membutuhkan seorang model untuk photo session sebuah perlombaan, saya mengajaknya. Awalnya ragu, tapi ternyata Messy dengan senang hati menerima.

Setelah bertemu dan ngobrol langsung, ternyata Messi 180 derajat berbeda dari kesan pertama melihatnya. Dia adalah gadis periang, humoris yang bersemangat. Hal itu nggak mengganggu saya, malah cenderung membantu saya dalam proses pengambilan foto. Seorang fotografer favorit saya pernah bilang: “Saat fotografer dan model tertawa bersama, mereka dengan mudah bisa bekerja sama”. Lucky me, sama sekali tidak sulit membangun chemistry itu dengan Messy.

Di jeda pengambilan foto kami membicarakan banyak hal, bahkan hal yang kelewat pribadi. Sampai saat ketika Messy bercerita tentang keluarganya. Messy adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari keluarga yang broken home. Ya, Papa dan Mamanya bercerai saat dia masih SMP. Nggak bisa dibayangkan, hal tersebut jelas terlalu sulit untuk seorang gadis SMP yang kebetulan juga adalah anak sulung. Messy tidak terima dengan perceraian itu, bentuk ketidakterimaan untuk anak seusianya jelas lari ke lingkungan yg membuatnya bisa melupakan masalahnya, yang sayangnya adalah lingkungan yang negative. Messy dengan senyum bilang “Gara-gara Mama Papa cerai, waktu SMP dulu aku nakal banget kak. Aku ngerokok, minum minuman keras, main terus. Tapi sekarang udah sadar sih, nggak mau lagi yang gitu-gitu”. Jelas sangat sulit bagi Messy untuk lepas dari lingkungan yg selama ini jadi tempat pelariannya. Perlu sebuah kesadaran untuk berubah yang luar biasa, yang untungnya Messy miliki. Messy masih dengan wajah ceria lanjut bercerita kalau mamanya, sejak menikah dengan ayah tirinya, mendadak berubah. Mamanya nggak lagi peduli dengan Messy, pun juga ayah tirinya. Di tengah ketidakpedulian orang tuanya, toh Messy yang sekarang nggak mendendam. Dia tetap mendoakan orang tuanya, tetap peduli menjaga dan mengurus adik-adiknya dan yang terpenting tetap bahagia menjalani masa remajanya. Sangat kagum mendengar Messy berceloteh tanpa beban menceritakan hal yang belum tentu sanggup jika saya atau orang lain jalani.


Things to learn:

Messy mengajari saya bahwa bahagia adalah mekanisme internal, bukan eksternal. Ya, bahagia adalah kehendak kita, absolut. Jika kita memutuskan untuk bahagia, maka kita akan bahagia. Kebahagiaan kita tidak terletak di tangan orang lain. Ketika Messi memutuskan untuk bahagia, dia melepaskan masa lalunya lalu menjadi manusia baru. Manusia berbahagia yang memaafkan, menerima dan tidak lagi dendam pada keadaan.


Dalam kisahnya, gadis 3 SMA itu mengingatkan sebuah bentuk sebuah kedewasaan. Kedewasaan yang mungkin belum dimiliki sebagian kita yang lebih tua darinya. Terimakasih Messy :)  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar