Kedewasaan tidak
melulu ditentukan oleh usia seseorang. Dari sekian banyak bentuk kedewasaan
yang ada di kepala saya, salah satunya adalah kemampuan personal seseorang
dalam ikhlas menerima segala cobaan dan menjalaninya dengan bahagia. Baru-baru ini saya diajari hal tersebut oleh
seorang gadis SMA di Kutai Kertanegara, Messy Alsera.
Saya pertama
bertemu Messy di gereja Kemah Injil Kelekat. Kesan pertama Messy adalah figure
gadis dayak yg acuh hmm, disamping manis, chubby dan bergingsul J. Tepat di satu momen saya membutuhkan seorang model untuk photo
session sebuah perlombaan, saya mengajaknya. Awalnya ragu, tapi ternyata Messy
dengan senang hati menerima.
Setelah bertemu
dan ngobrol langsung, ternyata Messi 180 derajat berbeda dari kesan pertama melihatnya.
Dia adalah gadis periang, humoris yang bersemangat. Hal itu nggak mengganggu
saya, malah cenderung membantu saya dalam proses pengambilan foto. Seorang
fotografer favorit saya pernah bilang: “Saat fotografer dan model tertawa
bersama, mereka dengan mudah bisa bekerja sama”. Lucky me, sama sekali tidak
sulit membangun chemistry itu dengan Messy.
Di jeda
pengambilan foto kami membicarakan banyak hal, bahkan hal yang kelewat pribadi.
Sampai saat ketika Messy bercerita tentang keluarganya. Messy adalah anak
pertama dari 3 bersaudara dari keluarga yang broken home. Ya, Papa dan Mamanya
bercerai saat dia masih SMP. Nggak bisa dibayangkan, hal tersebut jelas terlalu
sulit untuk seorang gadis SMP yang kebetulan juga adalah anak sulung. Messy
tidak terima dengan perceraian itu, bentuk ketidakterimaan untuk anak seusianya
jelas lari ke lingkungan yg membuatnya bisa melupakan masalahnya, yang
sayangnya adalah lingkungan yang negative. Messy dengan senyum bilang “Gara-gara
Mama Papa cerai, waktu SMP dulu aku nakal banget kak. Aku ngerokok, minum
minuman keras, main terus. Tapi sekarang udah sadar sih, nggak mau lagi yang
gitu-gitu”. Jelas sangat sulit bagi Messy untuk lepas dari lingkungan yg selama
ini jadi tempat pelariannya. Perlu sebuah kesadaran untuk berubah yang luar
biasa, yang untungnya Messy miliki. Messy masih dengan wajah ceria lanjut
bercerita kalau mamanya, sejak menikah dengan ayah tirinya, mendadak berubah.
Mamanya nggak lagi peduli dengan Messy, pun juga ayah tirinya. Di tengah
ketidakpedulian orang tuanya, toh Messy yang sekarang nggak mendendam. Dia
tetap mendoakan orang tuanya, tetap peduli menjaga dan mengurus adik-adiknya
dan yang terpenting tetap bahagia menjalani masa remajanya. Sangat kagum
mendengar Messy berceloteh tanpa beban menceritakan hal yang belum tentu
sanggup jika saya atau orang lain jalani.
Things to learn:
Messy mengajari
saya bahwa bahagia adalah mekanisme internal, bukan eksternal. Ya, bahagia
adalah kehendak kita, absolut. Jika kita memutuskan untuk bahagia, maka kita
akan bahagia. Kebahagiaan kita tidak terletak di tangan orang lain. Ketika Messi
memutuskan untuk bahagia, dia melepaskan masa lalunya lalu menjadi manusia baru.
Manusia berbahagia yang memaafkan, menerima dan tidak lagi dendam pada keadaan.
Dalam kisahnya,
gadis 3 SMA itu mengingatkan sebuah bentuk sebuah kedewasaan. Kedewasaan yang
mungkin belum dimiliki sebagian kita yang lebih tua darinya. Terimakasih Messy :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar