10.2.14

MAMA



Di suatu pagi saat menikmati kopi di warung pinggiran sungai Balayan, Kutai Timur, gue terlibat obrolan menarik dengan Si Ibu penjual. Obrolan yang dimulai ketika Si Ibu sambil masak bercerita tentang anak bungsunya yang ketika ditanya bercita-cita jadi apa, si anak langsung menjawab “Jadi Cesar YKS!”. Absurd. HAHAHA Padahal dulu waktu kita ditanya mau jadi apa? Pasti jawab, kalo nggak jadi Dokter, astronot ya polisi.  

“Acara Tv yang diikuti anak-anak sekarang emang nggak mendidik Bu. Saya aja udah lama malas nonton Tv” Gue berujar sambil nyengir.

“Iya gitulah dek, sekarang anak-anak ngikutin yang ada di Tv, kalo dilarang nonton, Mamanya dibilang nggak gaul. Kemarin aja saya tawari beli gitar dia nggak mau, maunya malah dibelikan baju Cesar” Kata Si Ibu kesal. Lagi-lagi gue nyengir dengernya. Obrolan lucu ini berlanjut dan berkembang membahas banyak hal. Hingga akhirnya kami membahas realita remaja saat ini. 

“Kalo disini anak muda-nya nakal-nakal dek, keliatan dari penampilannya aja udah nggak bener. Padahal Ibu tuh suka-suka aja sama anak yang nakal, asal nakalnya baik.

“Nakal baik tuh yang kayak gimana Bu? Hehehehe” 

“Ya boleh aja nakal asal ada batasannya dan pinter di sekolah dek. Kalo anak-anak disini tuh nakalnya udah kelewatan. Sering mabuk, judi, kelahi macam-macam deh”. Keluh Si Ibu masih sambil memasak.

Asik menyeruput cangkir kopi gue tersadar oleh sesuatu, kata-kata Si Ibu sepertinya nggak asing di telinga gue. Ya, gue pernah denger kata-kata semacam itu dari perempuan yang paling gue sayang di dunia ini, Mama. 

=======================================================

SMA kelas 1 gue di skorsing 3 hari karena bolos sekolah satu minggu berturut-turut. Saat itu lagi jamaan game online,  hal yang bikin gue lupa sekolah. Karena kelakuan gue itu, Mama dipanggil menghadap Wali Kelas. Gue nunggu dengan pasrah di luar kantor wali kelas, sudah siap jika dimarahi separah-parahnya. Sampai  akhirnya Mama keluar dan dia sama sekali nggak marah, dia malah tersenyum, manis sekali. Gue diajak makan siang di kantin sekolah. Di sela waktu makan tiba-tiba Mama bilang,
“Sandi kan laki-laki, wajar kalo nakal. Sandi boleh kok nakal senakal-nakalnya, asal Sandi pinter di sekolah ya.”

Gue cuma diam, Mama lanjut menasehati,

“Silahkan Sandi bergaul sama siapa saja, dimana saja, kapan saja, Mama nggak akan ngelarang. Mama cuma pesen 4 hal yang harus Sandi jauhi: Narkoba, rokok, mabuk dan mainin perempuan. Mama kan perempuan jadi perlakukan perempuan kayak kamu perlakukan Mama ya! Mama percaya kamu” Tuturnya sambil tersenyum, manis sekali
Waktu itu gue berkaca-kaca. Hmm.. Oke jujur, gue nangis.

Kejadian itu adalah titik balik perubahan cara pandang gue. Ya, selama di SMA gue masih nakal, gue masih sering bolos sekolah, masih sering pulang malam ke rumah, masih sering nginap di rumah temen. Tapi toh gue selalu sukses membuat Mama tersenyum di hari pengambilan rapot. Walaupun nggak dapat ranking, toh nilai gue selalu bagus. Sampai pada akhirnya gue bisa kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri terbaik di Indonesia (IPB), lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif yang baik dan langsung diterima kerja di salah satu perusahaan karet terbesar di Indonesia.

Ya, sejak saat itu gue janji sama diri sendiri nggak akan bikin Mama kecewa lagi. Mama percaya sama gue dan gue harus setia pada kepercayaannya. Gue ingin selalu jadi alasan di balik senyum wanita itu. Sekarang gue kerja di Kutai Timur dan hampir satu tahun jauh dari Mama. Di setiap telpon dia masih berpesan hal yang sama. Gue terlalu pemalu untuk bilang hal ini dan mungkin tulisan ini bisa membantu menyampaikan isi hati gue ke beliau. 

“Iya Mama, sejak nasehat Mama dulu sampai detik ini aku nggak pernah sekalipun nyentuh Narkoba dan rokok, pernah minum tapi nggak pernah sampe mabuk dan sampai detik ini sedikitpun aku nggak pernah menyakiti hati perempuan.”

=======================================================

Ah, kopinya sudah habis. Si Ibu masih sibuk melayani pembeli yang mayoritas anak-anak sekolah. Gue beranjak dari kursi warung menyerahkan uang dua puluh ribuan ke Si ibu yang sekelebat mengingatkan gue sama Mama. 

“Makasih ya Bu, kopinya enak banget”

Si Ibu membalas dengan tersenyum, manis sekali.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar