3.3.14

Anggi Hapsari


Currently not in the mood to write but I might write something before the end of this year. Something that is too sweet  about Anggi Hapsari. Here it is…

Saya adalah orang yang percaya dengan konsep jatuh cinta pada pandangan pertama. Padanya , pada pandangan pertama, saya jatuh cinta. Masih ingat jelas apa yang dia pakai saat pertama kali melihatnya dan jatuh cinta. Dia memakai T-Shirt hitam yang bersaing sempurna dengan rambut panjangnya dan bando putih melengkapi kesederhanaan yang istimewa di mata saya. Manis sekali. Masa bodo siapa dia, yang jelas malam itu laki-laki ini bertekad mengenalnya.

Mendoakan surga termewah untuk Mark Zuckerberg, nama dibalik terciptanya Facebook yang termahsyur itu. Masterpiece Mark membuat saya dengan mudah menemukannya. Anggi Hapsari, mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Kebetulan yang menyenangkan, Anggi akan jadi junior saya di Fakultas. Fakta yang jelas akan mempermudah prosedur standar chit-chat ringan berkenalan. 

Kecocokan ber-chitchat via Facebook dan setelah ratusan kali bertukar sms memberanikan saya untuk mengajak Anggi jalan. Menonton GI. JOE di XXI Botani Square adalah kencan pertama kami. Sekali lagi saya masih ingat jelas apa yang Anggi kenakan hari itu. Anggi memakai sweater pink dengan hoodie yang sengaja saya ejek alay untuk menyembunyikan kegugupan saat berada di dekatnya. Saya jelas gugup sekali waktu itu, Anggi terlihat jauh lebih manis dari dekat. Kencan yang lumayan, setidaknya saat itu saya tau Anggi nyaman di dekat saya dan kami memiliki hobi menyenangkan yang sama, menonton film.

Rutinitas di facebook dan sms-an berubah menjadi rutinitas makan malam dan mengantar Anggi pulang. Perlahan kami mengkalibrasi keasingan hingga akhirnya menemukan titik nyaman ideal untuk berdua. Rutinitas dan kenyamanan bersama Anggi menumbuhkan rasa yang menyenangkan, hingga puncaknya saya berani menggenggam tangan dan menciumnya.



Tanpa ada ritual kuno “Kamu mau nggak jadi pacar aku?”, kami jadian. 1 September 2009.



Di suatu senja yang masih muda Anggi pernah bilang “Di depan kamu, aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku nyaman soalnya”. Puitis. Ya,  setelah 3 tahun bareng Anggi  saya harus mengakui bahwa Anggi adalah gadis paling manis dan romantis yang pernah ada dalam sejarah hidup saya.

Anggi pernah keliling Jakarta-Bogor membuat kumpulan video ucapan ulang tahun dari Papa, Mama dan sahabat-sahabat saya saat masih di  SD, SMP, SMA sampai kuliah pada ulang tahun saya yang ke-21.

Anggi pernah bergeriliya membujuk teman, senior dan junior dari 5 angkatan berbeda untuk menuliskan testimonial tentang saya pada ulang tahun yang ke-22. 

Anggi, yang saat itu sulit secara finansial, tidak absen membuat kejutan untuk saya. Dia membeli dua kue Bronco sederhana dan menaruh dua lilin di atasnya pada ulang tahun saya yg ke-23. Kue termanis yang pernah saya makan.

Nggak hanya iu, Anggi juga romantis dalam hal-hal yang sederhana. Rutinitas yang tidak pernah tertelan lupa.

Rutinitas memindahkan bawang goreng dari mangkok makanan saya ke mangkoknya (Anggi tau betul saya acapkali mengutuk abang penjual makanan yang memasukan bawang goreng ke mangkok saya).

Rutinitas memberikan tas, jaket, atau apapun yang dia bawa untuk menutupi kepala saya saat gerimis (Anggi paham sekali sensivitas saya terhadap gerimis)

Dan yang paling manis, rutinitasnya memanggil “Aiai” dengan nada yang luar biasa genit sambil lalu tersenyum, manis sekali.



Setelah 3 tahun selalu berdua akhirnya kami sama-sama lulus. Saya memutuskan bekerja di Borneo dan Anggi mencoba peruntungannya mencari kerja di Semarang sambil menjaga Mbah Lik, nenek kesayangannya. LDR berlangsung dengan biasa-biasa saja, sampai saat itu. Dengan kontrak kerja saya, saat itu harusnya saya terus berada di Borneo setahun penuh tanpa kemungkinan bertemu Anggi, tapi Sutradara semesta toh berkata lain. Satu hari sebelum hari ulang tahun saya yang ke-24,. HRD perusahaan mengutus saya ke Pusdiklat Bogor untuk mengikuti pelatihan. Di hari yang sama Anggi juga harus menjalani panggilan interview Bank BRI di Jakarta. Kebetulan yang menyenangkan, lagi-lagi.  Tuhan memang paling ahli dalam membuat drama :)

Untuk merayakan ulang tahun saya, kami memutuskan menunaikan kencan standar seperti saat kuliah dulu. Menonton film dan makan malam. Kami menonton film Fast and Furious 6 di XXI Botani Square, yang ternyata adalah kencan terakhir kami. 

Hari itu saya melewatkan ulang tahun dengan Anggi yang sama, senyum manis yang sama. Masih teringat jelas wajahnya ketika minta dibelikan Pizza malam itu. Seperti biasa, gimik wajah manjanya ketika meminta sesuatu selalu sulit untuk saya tolak. Ditengah tawa yang lepas menikmati Pizza, sekelebat saya melihat Anggi yang lain. Anggi dengan garis wajah yang kuat, tidak manja seperti biasanya, yang akhirnya saya sadari sekarang. Saat itu Anggi seperti telah memutuskan sesuatu. Sesuatu yang dari awal kami pahami resikonya. Bom waktu yang sukses dinonaktifkan selama 3,5 tahun dan nampaknya meledak kali ini. Pikiran saya kembali ke perbincangan masa lalu, saat Anggi bertanya, “Aiai, kita kan beda. Nanti pasti pisah ya?”. Saya menjawab sekenanya “Ehm, nggak tau Aiai. Suatu saat kalo kita udah nggak bisa bahagia berdua, kita harus bisa bahagia sendiri-sendiri. Pokoknya tujuan awal kita bahagia”. Saat itu Anggi tersenyum manis sekali sambil lalu menatap kosong entah kemana. 

Setelah kencan malam itu, kami masih sempat jalan-jalan menikmati kampus yang dahulu jadi saksi betapa bahagianya kami. Bertemu satu dua teman lama yang membangkitkan memori.  Sampai akhirnya pelatihanpun selesai, saya terbang ke Borneo, kembali berpisah daratan dengan Anggi. Saya lupa sejak kapan, tanpa ada ritual kuno “Kita putus aja ya”, akhirnya kami lose contact total. Mungkin garis wajah kuatnya saat itu adalah keputusannya untuk bahagia sendirian.


***


Suara Thom Yorke mengalun lembut membelai malam, dia sendu menyanyikan Fake plastic trees yang sedikit menyindir saya. Hari-hari tanpa Anggi yang mendengarkan, wajah manjanya ketika minta sesuatu, Anggi  yang bawel tentang cara saya berpakaian atau gondrongnya rambut saya. Kenyataan bahwa Anggi sudah tidak lagi bersama saya membuat saya kosong. Ya, saya masih penuh tawa seperti bisasanya, masih sanggup membuat ratusan lelucon konyol yang membuat orang lain tertawa dan akan selalu seperti itu, tapi, seperti judul lagu Radiohead tadi, keceriaan saya saat ini adalah Fake plastic trees. Pohon plastik yang palsu. Jauh sekali di dalam hati, saya menjerit sakit. Saya patah hati.



But now, the world is going around and I’ll be keep standing. I hope with the end of this year, I’ll be able forgotten of you. Happy New year  Anggi Hapsari.





Post scriptum:

Sejak tulisan ini jadi, saya selalu membacanya berulang, saya perbaiki setiap katanya hingga sempurna (menurut saya). Sudah perbaikan yang ke-8 kalau saya tidak salah. Beruntung tidak saya tulis dengan pena di selembar kertas putih, karna mungkin tulisannya akan terhapus dan kertasnya akan rusak. Ehm, keyboard tahan air kan ya?



Karikatur buatan Anggi :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar