11.3.14

Hikayat Kakek Tua



Dulu waktu SD, saya pernah dimaki habis-habisan oleh seorang Kakek gara-gara bola yang saya tendang melewati pagar lalu merusak tembok rumah Si Kakek. Ya namanya bocah SD, ketika dimarahi cuma bisa ngedumel dan mengutuk dalam hati, “Dasar Kakek gila!”. Sejak kejadian itu saya mengibarkan bendera perang dengan Si Kakek. Tidak pernah sekalipun saya sudi menyapa Si Kakek saat berpapasan, melihatpun malas. 

SMP kelas 3, kalau tidak salah, entah berawal darimana tiba-tiba Mama bercerita soal Si Kakek. Si Kakek adalah seorang duda yang tidak mempunyai anak. Istrinya meninggal dunia akibat  sakit saat usia pernikahan mereka masih terbilang baru. Si Kakek tidak menikah lagi dan tinggal sendirian di rumah itu dibantu seorang pembantu yang mengurus rumah dan kebutuhan Si Kakek, namun tidak tinggal di rumah tersebut. Mendengar hal tersebut, saya jelas tidak lagi heran betapa murkanya Si Kakek saat saya merusak rumahnya. Menurut kita mungkin bangunan itu adalah rumah biasa, tapi bagi Si Kakek bangunan itu adalah kenangannya bersama sang istri, yang tidak boleh dikotori apapun, siapapun.

Cerita Si Kakek ini agak mirip dengan cerita film kartun favorit saya. Film kartun termanis yang pernah diciptakan dalam sejarah peradaban umat manusia, UP.

***
Diceritakan bahwa Carl Federicksen adalah seorang bocah pemalu yang jauh di lubuk hatinya menyukai petualangan. Secara kebetulan Carl dipertemukan dengan cewe tomboy bernama Ellie. Karena keduanya sangat menyukai petualangan dan mengidolakan Charles Munts, seorang penjelajah, jadilah mereka teman dekat. Mereka membuat perjanjian bahwa suatu saat mereka akan berpetualang ke Paradise Falls, menyusul idola mereka. Singkat cerita, dua karakter yang sangat berbeda ini tumbuh dewasa dan menikah.

Diiringi musik ceria, kehidupan mereka yang diperlihatkan tanpa dialog terlihat sangat bahagia. Terlihat di setiap scene kebahagian mereka menjalani hidup berdua sebagai suami istri. Lalu seperti pasangan suami istri pada umumnya, mereka menginginkan kehadiran seoarang anak untuk menyempurnakan keluarga kecil mereka. Namun, saat telah mempersiapkan segalanya kenyataan berkata lain. Dokter menyatakan bahwa Ellie tidak bisa hamil. Ellie menangis, Carl tertunduk diam. Seketika musik menjadi lebih lambat dan sedih.

Melihat istri kesayangannya terus-terusan hanyut dalam kesedihan, Carl mengingatkan Ellie akan obsesi lama mereka, berpetualang mencari Paradise Falls di Amerika Selatan. Ellie pun tersenyum kembali, seketika musik kembali ceria seperti di awal cerita. Mereka sepakat menabung uang mereka untuk terbang menuju Paradise Falls. Namun, ada saja halangan yang memaksa mereka memakai tabungan itu untuk keperluan yang lebih mendesak, sampai akhirnya mereka berdua menjadi kakek-nenek. Carl yang menyadari bahwa obsesi mereka belum tercapai, membelikan Ellie tiket ke Amerika Selatan sebagai kejutan. Namun, sebelum kejutan itu tersampaikan, Ellie jatuh sakit dan meninggal dunia. Hal ini menyebabkan Carl kehilangan semangat hidup, menjadi pendiam dan tertutup.

Carl yang kesepian dan sendirian di usia senjanya, bertahan tidak meninggalkan rumah kenangannya bersama Ellie, kendati perusahaan kontraktor mendesak untuk menggusur rumahnya. Segalanya Carl lakukan untuk mempertahankan rumahnya.

Singkat cerita, saat keadaan tidak lagi memungkinkan bagi Carl untuk mempertahankan rumahnya, ia memutuskan pergi berpetualang memenuhi obesesinya, obsesi Ellie. Dasar Carl adalah kakek keras kepala yang sangat menyayangi Ellie, ia membawa rumah tersebut dalam petualangannya. Untuk alasan yang sederhana, Carl ingin berpetualang bersama Ellie dan hanya rumah itulah yang membuatnya dekat dengan Ellie. Carl memenuhi rumahnya dengan balon gas, merakitnya sedemikian rupa hingga rumah beserta isinya terbang bagai pesawat udara. Dan petualangan menuju Paradise Falls-pun dimulai.

Untuk cerita selanjutnya silahkan ditonton sendiri ya.

***
Cerita kehidupan Carl dan Ellie adalah cerita paling humanis dan manis dalam film ini. Scene tanpa dialog tersebut mampu membuat saya tersenyum-senyum sendiri sambil kemudian merenung. Kakek Carl dan Si Kakek Galak dekat rumah saya mempunyai kesamaan yang identik. Keduanya adalah tipikal laki-laki yang menyimpan dan menjaga kenangannya dengan rapih. Karena lebih dari apapun, kenangan bersama istri tercinta adalah harta termewah di usia senja mereka, yang akan mereka jaga walau harus bertaruh nyawa. Ah, puitis.

Post scriptum :
Sejak cerita mama sampai saat ini, setiap saya berpapasan dengan Si Kakek saya selalu menyapa sambil tersenyum. Dan ternyata Si Kakek tidak ketus seperti kelihatannya, dia membalas sapaan saya dan ikut tersenyum, yah walaupun senyumanya tidak manis-manis amat. Long live Kek!








Tidak ada komentar:

Posting Komentar